Cinta

Dalam iringan rindu, selalu saja ada cinta. Orang yang jatuh cita, serta merta ia akan lunglai, jatuh tak berdaya oleh rindu tiada terperi. Tidak ada yang bisa menandingi kekuatan cinta, sebuah emosi yang mampu mengubah hidup seseorang dalam sekejap saja. Ketika seseorang jatuh cinta, ia seperti orang menyerah, luluh oleh ragam rasa yang tidak bisa ungkapkan oleh kata-kata.

Cinta seperti ini mirip cinta antara Qais dan Layla. Percintaan antara keduanya tidak pernah dapat restu dari orang tuanya dan harus dipisahkan. Hati keduanya luka. Qais harus hidup di hutan. Sedang Layla hanya menunggu di rumah dan tak boleh keluar. Tiap malam Layla memanggil-manggil Qais. Dan Qais mendengarnya. Lalu pergi menemui Layla.

Ketika Qais al-Majnun (si gila) muncul di hadapan Layla tiba-tiba saja Qais menunduk, matanya menatap tanah, bukan ke wajah kekasihnya itu.

“Oh, kekasihku, cintaku, tegakkan kepalamu dan pandanglah aku dengan seluruh mata dan hatimu”, kata Layla.

Qais menjawab, sambil tetap menunduk:  “Matamu bagaikan pedang. Jika aku menegakkan kepalaku dan menatapmu, aku niscaya akan mati ditebas pedangmu”.

Begitulah dahsyatnya cinta. Kisah yang menjadi legenda dunia ini, mengajarkan kepada kita bagaimana cinta justru memberikan efek kerinduan yang begitu mendalam, sampai Qais tidak mampu memandang kecantikan Layla. Karena, tatkala ia memandangnya, maka rindu akan keindahan mata Layla, tidak akan bertepi.

Lalu bagaimana cinta kita dengan Tuhan? Sebarapa cintakah kita dengan kekasih Allah, baginda Rasulullah, Muhammad SAW?

Sesungguhnya fenomena Cinta adalah fenomena universal, yang melampaui batas-batas budaya, suku, ras, agama, dan zaman. Romantisme dan keindahan cinta, semestinya menghunjam dalam pada dimensi yang lebih spiritual; cinta, jiwa dan Tuhan. Sehingga pengalaman cinta yang kita rasakan, bersumbu pada Sang Pencipta.

Ketika kita jatuh cinta, maka melibatkan kesadaran akan eksistensi Tuhan menjadi penting untuk dilakukan. Dalam konteks ini, cinta merupakan manifestasi dari sifat Rahman dan Rahim-Nya atas semua makhluk di dunia ini. Cinta adalah salah satu cara Tuhan mengekspresikan kehadiran-Nya dalam kehidupan kita, dan melalui pengalaman cinta, kita dapat merasakan kedekatan spiritual dengan Yang Maha Kuasa.

Cinta dengan begitu, akan meleburkan sekat-sekat egoism kita. Cinta akan mendorong dan mengarahkan kita kepada jalan kesatuan antara sesama ciptaan Tuhan. Saat kita jatuh cinta, kita melebur dengan kesatuan yang lebih besar, melampaui batas-batas ego dan kepentingan diri sendiri. Artinya, sekat-sekat primordialisme tertutup oleh kesadaran kemanusiaan yang lebih universal. Tidak ada kepentingan kelompok, suku, agama dan aliran. Ia melebur dalam kepentingan umat ciptaan Tuhan. Mencintai berarti mencintai semua ciptaan Tuhan.

Ahir dari mencintai adalah kerelaan yang mendalam atas segala kekurangan yang dimiliki oleh orang yang kita cintai. Secara spiritual, ada proses belajar untuk menerima mereka apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Ini mencerminkan ajaran kasih sayang dan pengampunan dalam banyak tradisi agama dan spiritualitas, di mana kita diajarkan untuk mengasihi tanpa syarat dan memaafkan dengan tulus.

Selain itu, spiritualitas cinta juga melibatkan transformasi dan pertumbuhan pribadi. Saat kita mencintai dengan sepenuh hati, kita dipanggil untuk menjadi lebih baik, lebih berbelas kasih, dan lebih peduli terhadap orang lain. Pengalaman cinta adalah peluang untuk mengembangkan sifat-sifat seperti kesabaran, ketabahan, dan pengorbanan, yang semuanya merupakan nilai-nilai yang sangat dihargai dalam tradisi agama Islam.

Cinta berarti jalan menuju pemahaman yang lebih luas tentang diri kita sendiri, sesama manusia, dan Sang Pencipta. Artinya, mencinta Allah, berarti kita mencintai seluruh makhluk-Nya. Wallahu a’lam bi Al-Shawab

About imam hanafi

Tinggalkan Balasan