Pekanbaru.08/10/24. Pro 2 FM kembali menyapa pemirsa melalui Chanel youtube : pro 2 Pekanbaru dari Studio RRI Pro 2 FM Pekanbaru. Program SPADA kali ini membahas tentang “ Self-Diagnose pada kesehatan mental kalangan remaja “ pada kesempatan ini menampilkan narasumber Elyusra Ulfah, M.Psi., Psikolog dari Fakultas Psikologi UIN Suska Riau.
Seperti biasa obrolan mulai di buka oleh Host Chiristy dari RRI Pro 2 FM Pekanbaru setiap hari Selasa RRI Pro 2 FM pekanbaru Pukul 08.00 selalu ditemani oleh narasumber dari Fakultas Psikologi UIN Suska Riau yaitu iformasi- informasi tentang Psikologi . Menurutnya materi kali ini sangat asyik dan familiar di telinga pemirsa karena self-diagnose “dr Dadakan” ini sudah menjadi viral bagi orang yang menggunakan Medsos dan internet.
Sebelum membahas lebih dalam tentang dampak Self-Diagnose pada kalangan remaja Christy menanyakan tentang apa pengertian Self-Diagnose dari kacamata psikologi kepada narasumber “sebetulnya bisa saja kita menjadi “Dr Dadakan” sendiri dan mandiri terhadap gejala-gejala yang di rasakan dan sederhananya Self-Diagnose ini adalah suatu tindakan yang kemudian mencoba mendiagnosa sendiri apa yang dialami tanpa bantuan dari orang professional seperti dokter (tim medis) dan psikolog. Kemudian sumbernya bisa dari bacaan buku dari medsos (internet)”jelas Elyusra.
Kemudian Elyusra menjelaskan kenapa orang melakukan Self-Diagnose pertama karena mudahnya akses di internet dan hampir semua tempat sudah ada jaringan internet dan mempunyai HP android yang kedua terbatasnya wantu dan biaya untuk konsultasi dengan pihak yang professional sepeti tim medis dan psikolog. Yang ketiga takut stigma negative kalau ke dokter dan ke psikolog.
“bila dikaitkan dengan kalangan remaja Gen Z sekarang ini sudah banyak berubah dari pola-pola berpikir yang tradisonal seperti merasa insecure diantara teman-temannya kemudian mencoba konsultasi dengan konselornya disekolah dan menurut survey 2023 depresi yang paling tinggi adalah di kalangan remaja usia 15 sd 24 tahun artinya remaja ini banyak yang self-diagnose” kata Elyusra.
Christy kemudian menanyakan dampak self-diagnose ini “ pertama adalah salah dalam mendiagnosa diri sendiri, salah penanganan dan tindakan tanpa resep dokter, yang kedua menganggap remeh atau sepele suatu gejala padahal sudah serius,berat atau akut, yang keempat karena tidak serius sehingga menghambat konsultasi dengan yang profesional dan yang ke lima akan terjadi terjebak dengan hasil diagnose sendiri dan dampak self-diagnosa jangka Panjang akan berakibat kepada gangguan mental” ucap Elyusra
Diakhir materinya dalam menghindari “self-diagnosa ini peran orang tua dan guru sangat dibutuhkan karena kadang-kadang kita tidak sadar akan perubahan diri kita tetapi guru dan orang tua dapat melihat perubahan tersebut dan kesadaran diri juga sangat penting untuk kesehatan mental.”tutupnya